Ada sebuah genre yang membuat penulis "gerah". Atau mungkin gemas ketika ikut hanyut dalam ketegangan. Yaitu, thriller.
Terutama pada gaya Thriller simple ala The Strangers, The Purge, When A Stranger Calls, atau juga P2 dan beberapa lagi.
Kesamaan benang merah dari film-film thriller di atas adalah template ceritanya. Andalannya adalah menciptakan ketegangan dilengkapi dengan adegan kejutan tiba-tiba ketika memasuki babak teror.
Yang membuat "gerah" adalah kebanyakan yang menjadi korban adalah wanita. Kecuali untuk The Purge yang menceritakan teror pada sebuah keluarga. Yang membuat gemas adalah "tidak bisa membalas".
Kadang penulis membayangkan kelak mungkin ada film (atau mungkin juga sudah ada), yang memiliki template "terbalik". Yaitu pem-bully yang harus ter-bully. Para pengganggu yang justru diburu oleh (calon) korban. Tapi tentu saja olahan ceritanya tetap serius, karena bila tidak serius bisa jadi sama dengan Home Alone.
Misalkan saja, yang menjadi sasaran bully adalah sebuah keluarga Asia, tapi ternyata sang kepala keluarga adalah Jet Li atau Donnie Yen.
Mungkin saja menikmati film yang memiliki gaya template cerita terbalik dari yang sudah umum, akan menimbulkan histeria tersendiri karena faktor "tak terduganya".
Misal, sekelompok remaja yang gemar membully, mendatangi sebuah rumah yang menjadi sasaran rampok. Ternyata di rumah tersebut tinggalah seorang ayah yang ternyata juga jago kungfu.
Tentu saja menarik, karena yang biasanya para pembully di awal-awal film dibuat leluasa dalam menabur teror, kini harus berhadapan dengan jaogan kungfu.
Yang awalnya ingin mem-bully justru berbalik, harus pontang panting melarikan diri sembari histeris. Pemeran yang cocok sebagai korban bully adalah ada Jackie Chan, Jet Li, atau Donnie Yen.
Untuk jenis wanita, penulis membayangkan seandainya saja korban bully bukan wanita biasa. Melainkan Hanna!!. Keren.
Gaya revenge sebaiknya diolah dengan maksimal. Secara umum gaya revenge yang ada kebanyakan "sekali pukul-selesai". Menurut penulis, akan lebih pedas bila memakai gaya revenge ala I Saw The Devil. Para pem-bully balik di-bully secara bertahap, pelan, pasti, dan 10x lipat lebih sakit. Tidak perlu sampai mematikan karakter.
Bicara soal I Saw The Devil, penulis rasa justru konsep cerita pem-bully yang pontang panting karena balik di-bully ini lebih pas bila digarap oleh sineas Korea. Karena bagi penulis, kadang template film Korea memiliki template cerita yang unik dan berbeda dari gaya Hollywood.
Semoga kelak bakal ada sajian film bertema suramnya mengusik jagoan.