Paling menonjol dari film ini adalah kualitas akting para pemainnya. Terutama pada karakter utamanya, Eva, dan tentu saja karakter Kevin.
Suasana film, khususnya di bagian awal, sangat dipengaruhi oleh akting Tilda Swinton. Sendu. Muram. Tertekan.
Penulis lebih menyukai gaya young Kevin disini. Adalah Jesper Newell yang bermain "sadis" dengan tatapan matanya serta gemar memusuhi ibunya sendiri.
Secara keseluruhan, film ini seperti mengajak penonton untuk berada di sisi psikologis dari sang ibu (Eva) yang memiliki seorang putra tanpa sebab selalu memiliki perasaan memusuhi.
Meskipun begitu, bukan berarti pemeran Kevin remaja, Ezra Miller, bermain buruk. Sama-sama bermain apik dalam memanaskan hawa cerita dengan menyebarkan tatapan sadis. Tapi, yang membuat kagum tentu saja soal usia, dimana usia aktor cilik Jesper masih jauh di bawah usia Ezra. Namun, soal kualitas akting horor, ternyata tak kalah bagusnya.
Dan, hasilnya film ini melahirkan nuansa horor yang berbeda. Horor yang dipilih film ini adalah jalur horor psikologis. Alur cerita yang dipakai sebenarnya maju-mundur, sejenak penulis tidak menyadari bahwa jalan cerita seperti flashback, tapi ketika melihat ada perbedaan panjang rambut pada karakter Eva, barulah tahu bila ada perbedaan latar belakang masa dalam cerita.
Eva (masa sekarang) adalah seorang ibu yang hidup sendiri. Memiliki kekurangan dalam kehidupan sosial-nya. Seperti tersendirikan. Eva di masa sekarang seperti terbelit oleh masa lalu yang menyeramkan, dimana suami dan anak putrinya dibunuh dengan anak panah oleh putranya sendiri. Tidak hanya suami dan putri cantiknya yang masih kanak-kanak yang dibunuh, tapi putra Eva juga melakukan tindakan gila di sekolahnya dengan eskpresi datar, sadis, dan tenang.
We Need To Talk About Kevin (2011) - 6/10