Warisan cinta Grand Torino tahun 1972


Kalau dilihat dari sisi akting, memang "kedodoran". Disini Clint sebagai sutradara sekaligus pemain, secara fisik terlihat sudah "kesulitan". Cocok dengan karakter Walt yang dibawakannya. Tapi soal aura, jangan diragukan. Gaya garang Clint meski terlihat tua namun masih ada sangarnya.

Kemudian, pemain lain yang dipasang juga bukan pemain familiar, di beberapa titik terasa juga kaku. Akan tetapi, disinilah hebatnya seorang Clint Eastwood yang mampu "menutupi" kekurangan dengan kualitas cerita yang berkelas.

Yang paling menarik dari film ini adalah psikologis sisi dramanya dan pesan moralnya. Berkisah tentang seorang Walt "Koski" sebagai veteran perang dan sudah berusia lanjut. Namun, karakter Walt ini digambarkan sebagai karakter tua yang "keras". Sulit menerima kenyataan bahwa sekarang bukanlah jaman perang namun trauma peperangan Perang Dunia masih terbawa. Kemudian juga, karakter Walt ini digambarkan sebagai orang Amerika yang sulit menerima perbedaan ras manusia.

Pesan moral yang pertama dari film ini adalah "Tak Kenal Maka Tak Sayang". Itulah gambaran situasi yang dialami Walt di kehidupan veterannya. Tersendirikan bahkan oleh keluarga besarnya sendiri dan hidup dikeliling oleh ras Hmong. Harta yang dimiliki oleh seorang Walt "hanyalah" rumah, Daisy, dan Gran Torino keluaran 1972.

Disini kita akan diperkenalkan dengan budaya Asia khususnya dari ras Hmong. Menambah wawasan. Dan, kita juga akan diberi wawasan realita, bahwa "pendatang" tak semuanya baik juga tidak selalu buruk. Tentu saja ada yang bisa "berbaur" baik juga ada yang sok belagu. Jangankan di Amerika, tetangga dirumah kita (mungkin) juga banyak.

Dari karakter Walt ini kita akan belajar didalam bungkus sajian cerita, tentang kerasnya gesekan budaya. "Gesekan" itu mungkin memang harus ada dan terus ada. Tapi gesekan itu akan hilang bila ada cinta.

Konflik antara Walt dan tetangganya dari ras Hmong ini mengingatkan penulis pada gaya Frankie Dunn dan anak didiknya, Maggie Fitzgerald. Dimana, Clint "bertugas" menjadi "pelajaran hidup" bagi yang muda.

Plot ceritanya sederhana sekali. Dramanya soft. Ringan. Namun aroma psikologinya cukup kuat. Pesan moral tentang menerima perbedaan dan indahnya cinta perbedaan juga dapat tersampaikan dengan baik.

Penulis suka momen "pengakuan dosa" yang ternyata "sepele" namun sedari awal terasa "masalah besar" hingga mengganggu kehidupan Walt. Kemudian, penulis juga suka dengan momen endingnya.

Clint Eastwood, two thumbs up. Brilliant. Konflik film ini mungkin tak "sedalam" Mystic River yang hebat, tapi juga tak bisa penulis pungkiri bahwa film ini termasuk karya Clint yang berkualitas bagus.

Totally, keren. Manis. Damai.

Gran Torino (2008) - 7/10
 

Popular posts from this blog

Dibalik obat Ridocaine

Tiger Wong versi layar lebar

Asmara di dalam kelas yang terlarang