Lagi-lagi, terjebak dalam mood yang benar-benar tak sesuai. Bila dirujuk pada situs info film ternama di dunia internet, film ini mendapatkan rating cukup bergengsi. Namun, tidak buat penulis. Malah jatuhnya meleset dari ekspektasi.
Nama besar sang aktris Jun Ji Hyun lah yang menjadi alasan dasar mengapa penulis memilih film ini. Berharap akan ada komedi romantis ala Jun Ji Hyun, tapi ternyata tidak.
Konflik dalam film ini seputar seorang lelaki dengan masa lalu kelam yang berakibat pada situasi menjadi karakter "abnormal". Sisi abnormalnya adalah merasa dirinya adalah Superman yang sedang terkena Kryptonite alias tak berdaya, hilang kekuatannya.
Karena karakter utamanya diceritakan sebagai karakter aneh, tak pelak alur cerita juga gaya komedinya menjadi "aneh". Kurang mantab. Lebih ke arah drama kemanusiaan. Belum lagi, gaya karakter Jun Ji Hyun yang sebagai karakter reporter juga terasa "lemah gemulai".
Seolah tak bisa bercampur dengan emosi film, film ini berjalan tanpa emosi apapun. Datar. Komedi-nya tak terasa.
Tapi, bisa jadi film ini merupakan senjata kritik sosial, dimana di era sekarang, menolong orang lain membutuhkan kekuatan "kebal malu". Karena di era sekarang, jarang ada pertolongan kecil untuk orang lain, dan bila ada akan terlihat "aneh" bagi orang lainnya... Benar atau keliru?
Yang menarik dari film ini hanya dua quote yang wajib untuk direnungkan, yaitu "strengh can't open an iron door, but small keys..." Dan "everyone has the power to help another..." Yang artinya kurang lebih, setiap orang sejatinya adalah (bisa menjadi dan memiliki kekuatan layaknya) Superman bagi orang yang membutuhkan pertolongan.
Untuk bagian endingnya, ada kisah yang sepertinya merupakan "kisah nyata" namun kurang begitu bisa penulis pahami.
A Man Who Was Superman (2008) - 6/10