Yang menjadi daya tarik paling besar dari film ini adalah Joe Hahn. DJ-nya Linkin Park. Linkin park is my favourite band. Dan, untuk Joe Hahn, penulis suka gayanya di atas panggung serta tentu saja skill dj-ing nya yang berbaur dengan musik cadas LP. That's all.
Tak pelak beberapa nama dari member LP ikut ambil bagian, Chester, Phoenix, and Mike Shinoda. Tentu saja bagian mereka adalah di bagian musikalnya.
Dari segi film memang kurang kuat. Tak seperti karya musik mereka. Film ini kurang sinkron antara judul dan alur ceritanya. Judulnya Mall, dari posternya terlihat suasana sebuah mall didatangi oleh seorang yang memanggul senjata. Perkiraan awal ini adalah kisah cerita pembajakan.
Setelah bergulir, ternyata tak seperti yang dibayangkan. Memang ada karakter bernama Mal -dari Malcolm-, namun bukan menjadi kisah utama. Lokasi memang di mall, namun tidak bisa menjadi sentral rasa film.
Film ini seperti menebar karakter kemudian berjalan sendiri-sendiri. Mungkin, Mall diartikan tempat bertemunya para karakter tersebut. Tapi, kurang pas dengan temanya. Chaos? Suasana chaos-nya kurang bagus.
Suasana film justru bergesekan dengan sensualitas. Ada karakter pervert Danny, dan the lucky boy, Jeff yang masing-masing punya masalah sendiri dan tak ada kaitannya dengan mall.
Pemeran pendukung di film ini, hanya dua yang penulis kenali. Vincent D'Onofrio yang penulis kenal lewat Full Metal Jacket. Lalu Gina Gershon yang bermain seksi juga di Showgirl. Lainnya? Masih kurang familiar.
Keseluruhan, karya Joe Hahn kali ini kurang begitu renyah dibandingkan skill musikalitas di LP. Alur cerita kurang simple terlalu melebar. Mungkin akan lebih ringan dicerna bila fokus pada satu konflik satu karakter utama. Jalan cerita yang dibangun lambat, beberapa diselipkan momen dengan gaya artistik berat maknanya yang mungkin terpengaruh gaya video klip. Musik pendukungnya masih kurang easy listening seperti garapan mereka di Transformer.
Mall (2014) - 5/10