Selain dua favorit penulis aktor dari daratan Asia yang berhasil menembus Hollywood, Jackie Chan dan Jet Li, ada satu lagi yang sebelumnya bahkan menembus Hollywood yaitu Chow Yun Fat.
Penulis kurang begitu merekam jejak Chow selama di Hongkong kecuali film God Of Gamblers yang dulu pernah sukses. Lainnya, kurang begitu paham.
Dan, sekali lagi, aktor Asia mempunyai ciri khas tersendiri dalam membentuk karakternya. Bila Jackie dan Li memilih untuk berkarir di bidang ahli adu kungfu wushu, maka Chow sejauh yang penulis tahu lebih ke aksi laga tembak-menembak. Atau boleh dikatakan lebih pas dengan karakter fisiknya yang tinggi besar. Dan, salah satu ciri khas Chow adalah babyface killer-nya yaitu bermain di area laga dengan wajah yang "tak laga".
Salah satu ciri yang sering penulis temui saat Hollywood memajang bintang Asia sebagai aktor utama adalah konsep ceritanya yang "memaksa" aroma chinese. Disini fokus cerita ada pada geng Chinatown di New York. Dan pemeran pendukung lainnya hampir sebagian besar beretnis Asia. Hal ini juga hampir serupa dialami oleh Jackie maupun Li di masa awal-awal menembus Hollywood sebagai aktor utamanya.
Sebut saja Rumble In The Bronx, disitu bahkan terasa Jackie hanya "menumpang" lokasi syuting di Amerika dengan pemain pendukung asal Amerika yang tak punya nama besar. Juga yang dialami Li di The Master yang hanya menumpang lokasi syuting. Baru kemudian karya-karya seperti Rush Hour atau Kiss The Dragon mulai bermunculan dimana Jackie dan Li tak hanya menumpang syuting namun juga didampingkan dengan bintang Hollywood.
Disini porsi Chow sudah cukup strategis. Di awal-awal memang menjual gaya khas Dewa Judi dan aksi baku tembak slow-mo. Namun semakin ke dalam, lebih condong ke nuansa drama realita psikologis. Dan Chow cukup lumayan memerankan drama polisi korup tanpa harus memakai jurus kungfu atau baku tembak berlebihan.
Soal pendamping, disini Chow cukup "beruntung" karena Chow dipasangkan dengan Mark Wahlberg yang terasa saat itu masih "hijau" tak seperti sekarang. Dan cukup bagus chemistry akting Chow dan Mark. Penampilan Chow juga matang sebagai polisi korup. Serius. Tak ada taste komedi humor sama sekali di sini.
Semoga di masa nanti, bila ada lagi aktor Asia yang menembus Hollywood digarap lebih global dalam taste ceritanya. Tak harus memakai "kostum" tema atau kostum cerita berbau Asia. Tak harus bisa beladiri atau ahli baku tembak, bahkan mungkin kelak akan ada aktor atau aktris Asia yang mampu menembus Hollywood dengan kualitas drama bukan lagi laga sebagai karakter utama bukan penghias atau karakter pembantu.
Konflik di sini digarap cukup kompleks. Benjamin Wong - Henry Lee - Bobby Vu adalah urutan skala gembong mafia Asia yang besar di daratan Amerika dengan jual beli wanita imigran yang didatangkan dari Cina untuk kemudian dijadikan wanita penghibur. Sesuai dengan konflik tersebut, alhasil film ini banyak mengalami sensor ketat sepertinya.
Kemudian tak hanya sederhana dengan urusan mafia, kejar-selidik-tembak, namun juga ternyata di balik mafia tersebut "berdiri" aparat penegak hukum yang juga berasal dari Asia. Maka untuk membongkar kasus polisi korup tersebut seorang aparat lokal, Wallace, disusupkan ke bagian polisi Asia untuk membongkar kasus polisi korup.
Pesan film ini antara lain, bahwa dibalik lencana dan senjata, seorang polisi juga manusia yang memiliki masalah. Jadi, tak hanya sebagai pelindung atau penyelesai masalah di masyarakat, polisi di sini juga digambarkan sebagai karakter manusiawi yang juga butuh uang sebagai penyambung hidup. Di saat gaji saja tak mencukupi dengan sejuta masalah di luar profesi, maka jalan pintas yang ditembus adalah dengan bekerja sama dengan pihak-pihak swasta yang perlu dilicinkan urusan bisnisnya. Realita.
The Corruptor (1999) - 6/10