Skip to main content

Panggilan tak terjawab yang meresahkan


Jepang punya horor.

Cerdas sebenarnya. Tema yang dikupas seputar horor yang mengikuti trend teknologi.

Meski bukan jaman tombol qwerty namun paling tidak ide horornya termasuk bagus.

**Coba kalau di jaman sebelum ada handphone kemudian dibuat horor seperti ini. Jaman surat masih pakai jasa pos.

Ada surat yang dikirim serta diterima sendiri mengabarkan kematian sendiri, belum bayar amplop, perangko, sampainya kapan juga tidak jelas. Bisa-bisa keburu capek hantunya menunggu surat sendiri tiba**

Awalnya bagus.

Konsep misteri satu missed call di hp Yoko berpindah ke hp Kenji lalu Natsumi, cukup bagus.

Horor yang fresh.

Memasuki tengah cerita, mulai agak mengendur. Konflik jadi melebar.

Muncul karakter misteri dari keluarga Mizunuma.

Sejak muncul bagian Mizunuma inilah, tensi horor menjadi down.

Membuat bingung antara mana yang biang horor sebenarnya Mizunuma atau ibu kandung Yuki sendiri yang juga ditampilkan "berkonsep" horor.

Kalau saja, tensi horor dijaga seputar misteri missed call satu ke yang lain, itu saja sudah menarik (tanpa kisah Mizunuma-nya).

One Missed Call (2003) - 6/10

Popular posts from this blog

Dibalik obat Ridocaine

Sajian kali ini berkisah tentang seorang ibu yang hidup dengan anak perempuannya. Sang anak menderita sebuah penyakit kelumpuhan dan harus hidup di atas kursi roda. Konflik terjadi karena pola pendidikan sang ibu yang terlalu "sayang" kepada sang anak hingga membatasi sang anak dari dunia luar. Hingga sang anak mulai beranjak dewasa dan mulai kritis terhadap apa yang terjadi pada dirinya. Alur plot ceritanya lumayan. Seperti judulnya hanya terdiri 3 huruf, Movielitas menyukai gaya minimalis cerita, konflik dan pemainnya. Tidak perlu melebar kemana-mana. Gaya thriller-nya soft saja, tidak yang penuh emosional. Dari segi akting, chemistry antar duo aktris sebagai ibu-anak, Sarah Paulson-Kiera Allen, cukup bagus. Mungkin, versi Movielitas, film ini mengangkat realita yang kadang memang ada, dimana gaya didikan orang tua ada yang terlalu protektif dengan alasan kasih sayang. Di satu sisi baik, tapi di sisi lain, juga bisa "melumpuhkan" sang anak itu sendiri. Overall, ba

Tiger Wong versi layar lebar

Begitu Nicolas Tse menyebut nama karakternya ... Tiger Wong, baru semuanya jelas. Ternyata film ini merupakan adaptasi dari komik lawas yang fenomenal (setidaknya bagi jaman penulis Sekolah Dasar dulu) yang berjudul Tiger Wong. Alur ceritanya sendiri, kurang begitu menancap baik. Karena sibuk mencocokkan karakter yang ada di film dengan memori penulis tentang komik Tiger Wong. Dan, ternyata memang berbeda. Yang penulis kenal dari komik Tiger Wong, adalah petualangan duo Tiger Wong dan Gold Dragon. Disini ada karakter Dragon Wong (kakak dari Tiger Wong) yang di komik karakternya "terlewatkan" dan diceritakan telah meninggal. Lebih pas bila karakter Tiger Wong dibawakan Donnie, pendapat penulis. Karakter Tiger Wong disini minus jurus Sembilan Matahari. Gold Dragon. Disini justru bernama Turbo. Sama, menggunakan Nunchaku. Sama, andalan jurus Baju Besi Emas dengan simbol Lonceng Besi. Minus karakter Guy si Tapak Budha. Disini ada karakter 4 sahabat, namun

Asmara terlarang yang membakar gairah di kamar 422

Warning for under 24 y.o. !!! ( 24++ ) Dari sisi konsep, film ini cukup kreatif. Tentang percintaan yang "panas" dalam waktu semalam di sebuah kamar hotel di Italia. Drama percintaan yang panas disini bukan antara pria dan wanita, melainkan wanita dengan sesama wanita yang baru saling mengenal satu sama lain. Alur ceritanya sederhana, tidak banyak makan lokasi. Sepaanjang film dihabiskan di sebuah kamar hotel. Otomatis, fokus karakternya pun hanya dua saja. Antara Bela dan Natasha. Alur ceritanya, ngobrol-bercinta-ngobrol-bercinta-ngobrol-bercinta.... Untuk sesi dewasanya, cukup berani dan panas. Untuk sesi konflik dramanya, biasa saja. Yang tertinggal dari kisah di film ini adalah pertanyaan, apakah kedua aktris cantik seksi di film ini tidak merasa masuk angin selama pembuatan film?? Room In Rome (2010) - 6/10

Menjadi anak nakal selamanya

Kali ini film ketiga dari film aksi laga campur komedi yang dibintangi oleh duet Will Smith dan Martin Lawrence, Bad Boys . Kisah utamanya adalah petualangan sepasang detektif kompak dan kocak dalam menangkap penjahat. Di seri ketiga ini, sesuai dengan usia, pasangan detektif ini harus mau bekerja sama dengan pasukan yang lebih segar atau muda. Dari segi plot cerita, lumayan ada sisi dramatis nya. Dari sisi alur cerita, sedikit kakau di beberapa bagian.  Soal humor yang diangkat, lumayan sedikit menghibur meski tidak sekonyol duet detektif di The Other Guys . Pusat komedi masih tetap pada gaya kalem Martin Lawrence yang bertolak belakang dengan gaya koboi gila-gilaan Will Smith. Dari sisi aksi laga, entah karena memang faktor usia atau memang gaya laga Hollywood yang mengandalkan aksi laga mewah ledak-ledakan, kurang begitu maksimal. Di beberapa bagian masih bagus, tapi sebagian besar aksi laga yang ditampilkan kurang menarik bagi Movielitas. Overall, yang pasti film ini cocok untuk pe

Memburu jejak emas batangan bermotif penari Bali

Dulu, seingat penulis film ini cukup fenomenal pada jamannya. Terutama pada penggunaan mini cooper. Meskipun sebenarnya Mr.Bean sudah lama memakai di serial televisi. Kini, ada kesempatan kembali menikmati sajian film yang disutradarai F.Gary Gray. Dan, yang baru bisa penulis sadari adalah jajaran cast -nya yang ternyata cukup mantab. Mark Wahlberg, Jason Statham, Mos Def, Donald Sutherland, Edward Norton, tak ketinggalan pemanis yang seksi Charlize Theron. Kalau dari template ceritanya, kurang lebih mirip gaya Ocean Eleven . Satu tim dengan gaya santai berusaha "merampok" barang curian jutaan dollar. Banyak bintang tenar yang kemudian diletakkan sebagai tim dengan keahlian. Disini minus anggota dari daratan Asia. Tidak perlu memikirkan caranya atau berapa biayanya. Baik antara tim Ocean maupun tim Charlie disini memiliki kesamaan, semua serba sudah tersedia. Tugas mereka hanya menyajikan hiburan apik aksi pencurian kelas atas. The Italian

Gairah membara Cecile

!! 18++ !! Kesan pertama seusai menyimak film ini, wowww... !! Panas. Bukan untuk kalangan 25 tahun kebawah, kecuali boleh untuk remaja yang sudah menikah. Vulgarnya tergolong keras. Bukan hardcore namun tergolong berani . Sang aktris yang bermain panas disini adalah Deborah Revy yang porsi "panas gila"nya cukup besar. Plot ceritanya sendiri biasa. Tentang kehidupan seorang wanita yang berpetualang seks dari beberapa lelaki, entah apa tujuannya yang pasti wanita ini sangat menikmati setiap petualangan gilanya. Di tempat lain, dikisahkan tentang hubungan panas nan malu-malu ala Alice dan Matt. Yang menarik disini bukan film tentang dunia prostitusi melainkan tentang gairah murni yang timbul karena alami bukan karena materi seperti di dunia nyata. Keseluruhan, lumayan buat obat penambah gairah, untuk kalangan yang telah menikah mungkin bisa dijadikan referensi penambah kreativitas dalam keintiman. Deborah Revy, you're so hot !! Mengapa Q? Penulis ber

Eden Lake yang tak seindah Eden

Sepasang kekasih melakukan liburan di daerah Eden Lake yang jauh dari keramaian kota. Sayangnya, daerah yang mereka kunjungi bukanlah daerah yang ramah. Sederhana saja. Dengan 3 kunci film ini dimainkan dengan alur cerita tidak lamban. Diawali dengan nuansa kemesraan ini....lalu terjadi gesekan konflik dan escape and try to survive . Cukup keras dalam visual kekerasannya. Menonjok dan sakit. Yang membuat film ini menonjok adalah karakter villain-nya yang masih seumuran remaja belia. Tentu saja penulis harus mengagumi akting para teenagers yang cukup natural karena mereka yang membakar cerita dalam film ini. Terutama karakter Brett. Dari sisi konflik ditata dengan tingkatan yang menanjak mulai konflik sepele hingga melebar kriminal. Alhasil, ketegangan yang ditampilkan dapat terasa feel -nya. Eden Lake (2008) 7/10

Kisah Dua Anak Manusia Yang Terdampar Indah

Film ini penulis dengar gaungnya karena disebut-sebut kontroversial (pada jamannya). Sejauh apa kontroversialnya. Ide ceritanya lumayan. Sebuah kapal besar dengan penumpang bangsawan mengalami kerusakan di tengah laut. Di antara yang selamat adalah sepasang saudara laki-perempuan yang masih anak-anak, Richard-Emmeline, ditemani oleh seorang dewasa, Bapak Button. Mereka bertiga kemudian terdampar di sebuah pulau kecil terpencil tanpa signal apapun. Kurang lebih seperti Castaway. Dan, tak lama berselang, Bapak Button meninggal. Jadilah Richard-Emmeline hidup sendirian di pulau itu. Beranjak dewasa....inilah fokus ceritanya. Kontroversialnya mungkin terletak di poin ini. Di satu sisi, "menarik" sekali. Brooke Shield pada saat itu masih cantik,imut,menggairahkan. Film ini seolah mengajak ikut berfantasi, bagaimana jadinya bila terdampar berdua.. ( dengan catatan kalau dengan mirip Brooke Shield versi muda ini! ) pasti asyik... Lain cerita kalau ternyata pasang

Reality on June 03, 2017

Tanpa sengaja Movielitas memencet sebuah poster film. Tanpa membaca keseluruhan sinopsi singkat, hanya kata " based on true event..." dan Movielitas memilih untuk melanjutkan menekan tombol play... Film ini tidak berhubungan langsung dengan judul nya meskipun apa yang dikisahkan di film ini merupakan kejadian nyata. Film ini diklaim menggunakan dialog yang persis dengan saat kejadian. Berkisah tentang seorang wanita bernama Winner yang didatangi oleh dua petugas dari FBI. Tidak ada nada tinggi ataupun emosi apapun saat petugas demi petugas dari FBI mendekat ke kediaman Winner. Begitu juga saat Winner mulai "disidang" alias diinterview oleh pihak FBI. Tanpa intimidasi apapun akhirnya semua menjadi jelas. Film garapan sutradara Tina Satter ini cukup unik dan menarik. Dan...berkualitas. One day story alias film ini mengadopsi gaya plot cerita yang berlangsung hanya dalam satu hari singkat saja. Konflik nya pun sangat lembut cukup bisa dimengerti kecuali unsur politik n

De profundis clamo ad te domine

Sebelumnya, di tangan M. Night Shyamalan, Mel Gibson menjadi "lembut" di Signs . Kini giliran John McClane yang disulap M. Night Shyamalan menjadi lembut. Dan, seperti di Mercury Rising , Bruce juga berpasangan dengan bocah berbakat, Haley Joel Osmont. Harus diakui, penulis menikmati twist film ini. Luar biasa. Mengejutkan memang. Karena dari awal, penulis hanya bisa meraba dan bertanya, "kenapa datar-datar saja". Alur ceritanya membuai kantuk. Tanpa gelombang apa-apa. Pelan. Apalagi didukung kuat oleh penampilan karakter Bruce disini sangat lembut dan kalem. Luar biasa kalem. Ada nuansa horor yang ditampilkan lewat mata Cole Sear, tapi biasa saja. Tidak terlalu menonjol dalam menampilkan horor. Bahkan membuat semakin membingungkan dengan tampilan horornya. Petunjuk timeline story the next fall , sebenarnya sudah membuat curiga, apalagi dengan nama Vincent Gray yang ditunggu-tunggu namun tak kunjung muncul. Penulis kali ini memang terkecoh. Banyak &